Selasa, 15 Februari 2011


Model Pemantauan & Pelaporan Kondisi Hutan Rawa Gambut oleh Nelayan Tradisional dalam Hutan Di Propinsi Riau

Fadil Nandila, S.Pi/LSM Laksana Samudera

KONAS VII Tahun 2010

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR, LAUT DAN PULAU-PULAU KECIL

AMBON-PROVINSI MALUKU


Daftar isi

Daftar isi 1

DAFTAR TABEL. 2

DAFTAR ILUSTRASI 2

1. Dasar Pemikiran.. 4

2. Permasalahan & Realita.. 5

2.1. Pemahaman tradisional tentang relasi hutan dan ikan. 5

2.2. Pemahaman tradisional tentang tingkah laku ikan & alat tangkap. 6

2.3. Pemahaman tradisional tentang pengawetan ikan. 6

2.4. Pemasaran produk ikan tangkapan. 7

2.5. Fenomena hilangnya ikan kayangan dan ikan belida. 7

2.6. Cagar biosfer GSK-BB dalam pikiran nelayan. 7

3. SWOT Analisis. 7

4. Tawaran Solusi 12

5. Rancangan Sistem... 13

5.1. Subsistem pemantauan. 14

5.2. Subsistem pencatatan. 14

5.3. Subsistem upload. 15

5.4. Subsistem analisis data upload. 15

5.5. Subsistem website display. 16

5.6. Subsistem kebijakan publik. 17

6. Penutup. 17

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Analisis koordinat aksis XY hasil SWOT analisis. 8

Tabel 2. Kwantifikasi analisis kekekuatan. 9

Tabel 3. Kwantifikasi analisis kelemahan. 9

Tabel 4. Kwantifikasi analisis peluang. 10

Tabel 5. Kwantifikasi analisis hambatan. 10

Tabel 6. Daftar inventaris ikan hasil pencatatan ilmiah. 14

Tabel 7. Formulir pencatatan ikan oleh nelayan. 14

DAFTAR ILUSTRASI

Ilustrasi 1. Milestone pencapaian misi revitalisasi perikanan hutan rawa gambut 8

Ilustrasi 2. Alternatif baseline 1. Pencapaian misi revitalisasi perikanan hutan rawa gambut 11

Ilustrasi 3. Alternatif baseline 2. Pencapaian misi revitalisasi perikanan hutan rawa gambut 11

Ilustrasi 4. Alternatif baseline 3. Pencapaian misi revitalisasi perikanan hutan rawa gambut 12

Ilustrasi 5. Rancangan sistem pemantauan oleh nelayan hutan rawa gambut 13

Ilustrasi 6. Subsistem pemantauan oleh nelayan. 14

Ilustrasi 7. Subsistem upload data via telepon genggam para nelayan pemantau. 15

Ilustrasi 8. Subsistem analisis data upload oleh manajemen website database. 16

Ilustrasi 9. Subsistem website dispalay oleh manajemen website database. 16

Ilustrasi 10. Subsistem pemanfaatan informasi untuk kepentingan kebijakan publik. 17

Model Pemantauan & Pelaporan Kondisi Hutan Rawa Gambut oleh Nelayan Tradisional dalam Hutan Di Propinsi Riau

Fadil Nandila, S.Pi

LSM Laksana Samudera

Cagar Biosfer Giam Siak kecil-Bukit Batu

1. Dasar Pemikiran

Cagar biosfer Giam siak kecil-Bukit batu adalah cagar biosfer ke tujuh di Indonesia yang dikukuhkan pada pertengahan tahun 2009. Pengukuhan ini diikuti oleh tanggung jawab pencapaian cita-cita memfungsikan kawasan sebagai bank keankaragaman hayati, pencadangan air, upaya mitigasi terhadap perubahan iklim dan terpenting adalah peningkatan pendapatan bagi warga sekitar, privat sektor, pemerintah daerah dan negara.

Pengelolaan cagar biosfer ini didukung oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural organization; The Indonesian Man and Biosphere (MAB) Program national Commitee, LIPI, Departemen Kehutanan, Pemerintah Propinsi Riau dan Sinarmas Forestry.

Untuk mengukur dampak keberadaan menajemen cagar biosfer GSK-BB dari sisi peningkatan ekonomi perikanan maka perlu disusun sistem pemantauan dinamika populasi ikan sebagai landasan alternatif kebijakan peningkatan niaga perikanan dan kesinambungan ketersediaan ragam ikan di cagar biosfer GSK-BB.

Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil yang ditetapkan pada tahun 1994 seluas 84.967 hektar dan Suaka Marga Satwa Bukit Batu seluas 21.500 hektar ditetapkan pada tahun 1999. Selanjutnya pada tahun 2009 dikukuhkan sebagai Cagar Biosfer ke 7 di Indonesia setelah terjadi penggabungan seluas 178.722 hektar dengan penyerahan blok hutan kelompok usaha kehutanan Sinarmas Forestry seluas 72.555. Dan diberi nama Cagar biosfer GSK-BB dengan luas zona inti seluas 178.722 hektar, zona penyangga seluas 222.425 dan zona transisi seluas 304.123 hektar. Ketiga zona ini memiliki sungai dan tasik yang merupakan kawasan perikanan rawa gambut yang dikelola secara tradisional dari berbagai desa di dalamnya.

2. Permasalahan & Realita

Kebijakan pemerintah mendorong Propinsi Riau sebagai daerah produksi hutan tanaman industri dan perkebunan sawit akan mengancam keanekaragaman hayati biota perairan darat. Riau adalah propinsi DAS yang potensial menghasilkan ikan air tawar. Seharusnya terjadi kombinasi positif antara HTI, Perkebunan sawit dan perikanan perairan danau/tasik dan sungai.

Dunia niaga perikanan di rawa gambut kurang mendapat perhatian lebih karena dari perhitungan ekonomi dipandang jauh lebih kecil dibandingkan niaga perkebunan sawit dan hutan tanaman industri. Namun demikian hal ini bukan menjadi alasan mutlak untuk tidak melakukan revitalisasi niaga perikanan rawa gambut di Propinsi Riau.

Pada tanggal 28 Juli 2010 hingga 1 Agustus 2010 dilakukan penelitian etnografi di sekitaran Desa Tasik Betung Kecamatan Mandau Kabupaten Siak untuk kepentingan penyusunan sistem pemantauan oleh nelayan dan presentasi pada Konas VII Pengelolaan Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil di Ambon pada tanggal 4-7 Agustus 2010, didukung oleh Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil-Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

Dalam zona inti Cagar biosfer GSK-BB terdapat 126 Jenis pohon dan 30 jenis ikan, yang bernilai ekonomi tinggi adalah ikan tapah (wallago attu), ikan toman (Channa Spp), ikan kepar (ballontia hasseltii) dan ikan slays (Kryptopterus macrocephalus). Sedangkan ikan kayangan dan ikan belida telah menghilang dalam ekosistem.

Berikut ini pemahaman tradisional nelayan hutan rawa gambu di Cagar biosfer Giam Siak Kecil khususnya nelayan tasik belat, nelayan tasik katialu, nelayan tasik serai, nelayan tasik batu songsang, nelayan tasik siam yang menangkap ikan dalam tasik dan alur sungai siak kecil yang berada dalam zona inti Cagar biosfer GSK-BB. Diantara mereka harus meninggalkan desa, menetap beberapa lama di dalam hutan dengan cara membangun pondok yang mereka sebut bagan di tepi sungai dan muara-muara tasik/danau.

2.1. Pemahaman tradisional tentang relasi hutan dan ikan

Para nelayan Informan penelitian etnografi belum mampu mendiskripsikan relasi antara ikan dengan 130 jenis tumbuhan yang ada dalam hutan, belum terungkap pengetahuan tradisional tentang asosiasi tumbuhan tertentu dengan biota air tertentu. Butuh waktu interaksi etnografi yang lebih panjang untuk mendapatkan diskripsi tersebut. Namun nelayan sangat yakin bahwa pada saat air gambut menggenangi hutan hingga 2-3 meter setiap bulan januari-februari, ikan bertebaran dalam hutan dan melakukan perkawinan dan pembesaran anak ikan lebih aman karena ikan pemangsa sulit menangkap ikan target, begitu juga dengan para nelayan memutuskan meninggalkan bagan untuk istirahat operasi penangkapan ikan.

Hipotesis yang dapat dibangun dari pengetahuan tradisional ini adalah; 1) ada hubungan serangga pohon tertentu terhadap naluri kawin ikan tertentu, 2) ada hubungan aroma pohon tertentu terhadap naluri kawin ikan tertentu.

2.2. Pemahaman tradisional tentang tingkah laku ikan & alat tangkap

Para nelayan informan etnografi dengan pengetahuan tradisionalnya memahami bahwa ikan tapah target utama penangkapan ikan selalu berada pada dasar perairan, pemangsanya adalah ikan toman yang berada tidak terlalu jauh dari permukaan air. Ikan tapah mengkonsumsi ikan lele yang berada sekitar permukaan air juga yang nelayan meyakini ikan toman dan ikan lele selalu ke permukaan air untuk mengambil udara dari permukaan air. Saat terjadi perburuan ikan tapah terhadap ikan lele maka menjadi kesempatan ikan toman memangsa ikan tapah.

Pemahaman ini yang menjadi keputusan bagi nelayan untuk meletakan bubu di dasar perairan untuk menangkap ikan tapah dan di dekat permukaan untuk mendapatkan ikan lainnya. Selain itu untuk memancing ikan tapah sering menggunakan ikan lele hidup sebagai umpan. Dan jika terlambat mengangkat maka ikan toman yang akan didapat oleh nelayan.

Nelayan tradisional di kawasan ini menyebut seluruh alat tangkap ikan dengan sebutan “pekarangan” jenis alat tangkapnya adalah lukah, jaring, ambat, kait (pancing), tajur dan jala. Malam hari, saat nelayan rehat di bagan-bagan, mereka terkadang saling mengunjungi untuk berbagi pengalaman mengoperasikan “pekarangan”. Mereka membicarakan umpan yang efektif, arah pintu, bentuk pintu dan posisi pintu lukah yang efektif, ukuran jaring dan saat yang tepat menebar jala. Mereka menyadari adanya perubahan-perubahan gejala alam yang berdampak pada perubahan prilaku ikan sehingga “pekarangan” mengalami adaptasi bersamaan dengan ujicoba yang dilakukan oleh nelayan dan didiskusikan bersama.

2.3. Pemahaman tradisional tentang pengawetan ikan

Nelayan tradisional dalam zona inti cagar biosfer ini melakukan pengasapan untuk pengawetan ikan selays, gabus, lele, baung, dan lainnya. Namun tidak ada pengetahuan tradisional untuk pemilihan kayu bakar tertentu untuk pengasapannya. Ikan hasil asapan cenderung menghitam, berbeda dengan produk dari luar cagar biosfer yang daging ikan asapannya sedikit menguning. Mereka melakukan pengasapan ikan selama dua hari dan produk tersebut diyakini mampu awet selama satu bulan. Ikan yang diawetkan dengan cara pengasapan akan kehilangan bobot hingga ¾ bahagian.

2.4. Pemasaran produk ikan tangkapan

Ikan yang tertangkap dapat dijual dalam kondisi hidup, kondisi segar dan kondisi awetan. Umumnya ikan-ikan tersebut dijemput oleh pedagang pengumpul yang sekaligus berperan sebagai penyedia bahan kebutuhan hidup nelayan di bagan-bagan. Ikan-ikan hidup dan segar, umumnya akan habis terjual pada komunitas desa/kelurahan sekitar sungai siak kecil, namun produk ikan asapan umumnya di pasarkan di kota Pekanbaru.

2.5. Fenomena hilangnya ikan kayangan dan ikan belida

Dahulu, ikan belida dapat ditangkap di perairan ini, namun sekarang ikan tersebut menghilang tiba-tiba dan nelayan tak mampu menjelaskan fenomena ini. Begitu juga dengan ikan kayangan yang dahulu nelayan hanya menangkap anaknya saja yang sebesar jemari orang dewasa dan menegakkan konvensi; induk-induk ikan kayangan tertangkap harus dilepaskan kembali jika tertangkap. Namun mereka juga tidak mampu menjelaskan fenomena hilangnya ikan kayangan yang bernilai tinggi sebagai ikan hias komoditi eksport.

2.6. Cagar biosfer GSK-BB dalam pikiran nelayan

Nelayan dalam zona inti cagar biosfer ini belum memahami keberadaan pengelolaan terpadu cagar biosfer GSK-BB. Hal ini masih dipandang wajar karena pengukuhan kawasan baru terjadi pada tahun 2010. Perlu sosialisasi khusus terhadap nelayan dalam zona inti agar mereka bersedia berpartisipasi dalam pengelolaan zona inti khususnya sebagai pemantau situasi & kondisi hutan rawa gambut di Cagar biosfer GSK-BB.

3. SWOT Analisis

Untuk melakukan revitalisasi niaga perikanan rawa gambut di Propinsi Riau khususnya dalam Cagar biosfer GSK-BB sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan program Man and Biosphere, dilakukan penelitian etnografi sebagai bahan penyusunan SWOT analisis. Ilustrasi 1 merupakan hasil analisis yang dijadikan milestone pencapaian misi ke depan.

Ilustrasi 1. Milestone pencapaian misi revitalisasi perikanan hutan rawa gambut

Kekuatan (i, ideal)-peluang (i, ideal) berada pada aksis (9;9), sementara kekuatan (f, faktual)-peluang (f, faktual) berada pada aksis (-1;2), kekuatan (i, ideal)-peluang (f, faktual) berada pada aksis (2;6), dan kekuatan (f, faktual)-peluang (i, ideal) berada pada aksis (-1;2). Empat aksis ini merupakan milestone start, progress dan finish yang harus ditempuh. Namun pilihan jalur tempuh pencapaian misi dapat diperhatikan pada ilustrasi baseline yang dibahas pada bahagian berikut. Penetapan koordinat aksis (XY) pada ilustrasi 1. Didapat dari hasil perhitungan matematis menggunakan rumus 1 berikut:

Rumus (1). f(x)= ((x+)+(x-)) = Aksis X

Rumus (2) f(y)= ((Y+)+(Y-)) = Aksis Y

Tabel 1. Analisis koordinat aksis XY hasil SWOT analisis

Aksis horizontal (x)

X+

X-

f((x+)+(x-))

Kekuatan (i)-kelemahan (i)

9

0

9

Kekuatan (f)-kelemahan (f)

6

-7

-1

Kekuatan (i)-kelemahan (f)

9

-7

2

Kekuatan (f)-kelemahan (i)

6

0

6

Aksis vertikal (y)

Y+

Y-

f((y+)+(y-))

Peluang (i)-hambatan (i)

9

0

9

Peluang (f)-hambatan (f)

5

-3

2

Peluang (i)-hambatan (f)

9

-3

6

Peluang (f)-hambatan (i)

5

0

5

Koordinat

X

Y


Kekuatan (i)-peluang (i)

9

9


Kekuatan (f)-peluang (f)

-1

2


Kekuatan (i)-peluang (f)

2

6


Kekuatan (f)-peluang (i)

6

5


Nilai x+ pada Tabel 1 didapat dari perhitungan Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Kwantifikasi analisis kekekuatan

Kekuatan (+)


Bobot=

1





Faktual

Kode f

Ideal

Kode i

Nilai f

Nilai i

Koordinat Xf

Koordinat Xi

Tumbuhan sekitar sungai sangat rimbun dan beragam

A

Habitat ikan sangat menjamin rantai makanan

A+

2

3

2

3

Nelayan mengoperasikan alat tangkap ramah lingkungan pada zona tertentu

B

Nelayan dan alat tangkap terdistribusi pada setiap zona tangkap

B+

2

3

2

3

Pada musim tertentu mengalami peningkatan hasil tangkapan

C

Ikan mudah tertangkap karena melimpah

C+

2

3

2

3







6

9

Nilai x- pada Tabel 1 didapat dari perhitungan Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Kwantifikasi analisis kelemahan

Kelemahan (-)


Bobot=

-1





Faktual

Kode f

Ideal

Kode i

Nilai f

Nilai i

Koordinat Xf

Koordinat Xi

Trend perkebunan sawit dan sistem pemupukan HTI mengancam kualitas air dan keragaman tumbuhan

a

Habitat ikan sangat menjamin rantai makanan

a-

2

0

-2

0

Konsentrasi penangkapan ikan pada hulu sungai

b

Nelayan dan alat tangkap terdistribusi pada setiap zona tangkap

b-

3

0

-3

0

Kelimpahan ikan terlanjur menurun

c

Ikan mudah tertangkap karena melimpah

c-

2

0

-2

0







-7

0

Nilai Y+ pada Tabel 1 didapat dari perhitungan Tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Kwantifikasi analisis peluang

Peluang (+)


Bobot=

1





Faktual

Kode f

Ideal

Kode i

Nilai f

Nilai i

Koordinat Yf

Koordinat Yi

Program Man and Biosfer masuk fase starting program

D

Ada program perlindungan habitat biota air

D+

1

3

1

3

Penangkapan ikan tradisional masih berjalan

E

Ada program/tradisi sistem operasi penangkapan ikan ramah lingkungan

E+

3

3

3

3

Pemkab siak pernah mengaplikasikan program restoking ikan di tempat lain

F

Ada program restoking biota air

F+

1

3

1

3







5

9

Nilai Y- pada Tabel 1 didapat dari perhitungan Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Kwantifikasi analisis hambatan

Hambatan (-)


Bobot=

-1





Faktual

Kode f

Ideal

Kode i

Nilai f

Nilai i

Koordinat Yf

Koordinat Yi

Pemupukan HTI dan perkebunan yang berpotensi mengalir ke sungai pada saat tertentu

d

Ada program perlindungan habitat biota air

d-

2

0

-2

0

Telah terjadi trend penangkapan ikan menggunakan racun namun masih skala kecil

e

Ada program/tradisi sistem operasi penangkapan ikan ramah lingkungan

e-

1

0

-1

0

Tidak ada perburuan ikan spesies khusus

f

Ada program restoking biota air

f-

0

0

0

0







-3

0

Terdapat tiga skenario pencapaian misi revitalisasi perikanan hutan rawa gambut di cagar biosfer GSK-BB. Skenario 1. Dapat dilihat pada baseline 1 yang tergambarkan pada ilustrasi 2 berikut ini. Baseline 1. Menempuh 3 tahap kegiatan yaitu start pada kekuatan dan peluang faktual aksis (-1;2) menuju kekuatan ideal-peluang ideal pada aksis (2;6) kemudian menuju kekuatan faktual-peluang ideal aksis (6;5) dan terakhir menuju kekuatan ideal-peluang ideal aksis (9;9).

Ilustrasi 2. Alternatif baseline 1. Pencapaian misi revitalisasi perikanan hutan rawa gambut

Selain itu dapat ditempuh skenario kedua yang disebut baseline 2 tergambarkan pada ilustrasi 3. Dimana jalur kegiatan yang ditempuh adalah menempuh 2 tahap kegiatan yaitu start pada kekuatan dan peluang faktual aksis (-1;2) menuju kekuatan ideal-peluang ideal pada aksis (2;6) kemudian menuju kekuatan ideal-peluang ideal aksis (9;9).

Ilustrasi 3. Alternatif baseline 2. Pencapaian misi revitalisasi perikanan hutan rawa gambut

Dan dapat ditempuh skenario ketiga yang disebut baseline 3 tergambarkan pada ilustrasi 4. Dimana jalur kegiatan yang ditempuh adalah 2 tahap kegiatan yaitu start pada kekuatan dan peluang faktual aksis (-1;2) menuju kekuatan faktual-peluang ideal aksis (6;5) dan terakhir menuju kekuatan ideal-peluang ideal aksis (9;9).

Ilustrasi 4. Alternatif baseline 3. Pencapaian misi revitalisasi perikanan hutan rawa gambut

Untuk memilih aplikasi dari tiga baseline tersebut, perlu disusun kegiatan-kegiatan, indikator dan verifikasi capaiannya dengan diawali oleh kegiatan penelitan partisipatory rural apraisal yang berbasis pada hasil pemantauan oleh nelayan.

4. Tawaran Solusi

Mempersiapkan sistem pemantauan situasi dan kondisi sungai di hutan rawa gambut cagar biosfer GSK-BB oleh nelayan dengan rancangan sistem seperti uraian berikut ini sebagai landasan penelitian partisipatory rural apraisal (PRA) untuk menyusun rencana pengelolaaan zona inti, zona penyangga dan zona transisi pada Cagar Biosfer GSK-BB. Sehingga keberadaan manajemen cagar biosfer mengarah pada upaya; 1) pensejahteraan masyarakat sekitar kawasan, 2) penjaminan terhadap keanekaragaman hayati, 3) penjaminan terhadap kelimpahan air gambut dan 4) penjaminan terhadap proses sekuestrasi karbon dioksida sebagai upaya mitigasi terhadap perubahan iklim.

5. Rancangan Sistem

Rancangan sistem pemantauan oleh nelayan dan berujung pada pengambilan kebijakan oleh pemerintah dan dunia usaha dalam rangka mengoptimalkan dampak manajemen cagar biosfer GSK-BB dapat dilihat pada ilustrasi 5 berikut ini dimana sistem ini memiliki 6 subsistem yang akan diuraikan tersendiri.

Secara utuh sistem ini akan bekerja sebagai berikut:

1) Nelayan melakukan pemantauan terhadap ikan tertangkap

2) Nelayan melakukan pencatatan terhadap formulir yang telah dipersiapkan

3) Nelayan melakukan upload data ke internet via telepon genggam menggunakan kode-kode khusus

4) Manajemen website database memverifikasi data sebelum di analisis otomatis oleh sistem database

5) Manajemen website database menjaga otomatisasi display data dan informasi di website

6) Manajemen website database membangun link website dengan para pihak pengambil kebijakan tingkat lokal, regional, nasional dan internasional sehingga termotivasi untuk membangun kebijakan revitalisasi perikanan hutan rawa gambut

Ilustrasi 5. Rancangan sistem pemantauan oleh nelayan hutan rawa gambut

5.1. Subsistem pemantauan

Dengan memanfaatkan budaya menangkap ikan oleh nelayan tradisional di sungai siak kecil dalam kawasan cagar biosfer dapat dilakukan pemantauan pada 4 aspek yaitu; penangkapan, penanganan hasil, pengolahan dan niaga. Terlihat pada ilustasi 6. Subsistem pemantauan oleh nelayan.

Ilustrasi 6. Subsistem pemantauan oleh nelayan

5.2. Subsistem pencatatan

Di sela-sela istirahat para nelayan, mereka dapat menjalankan subsistem pencatatan dengan cara melihat Tabel 6. Yang akan dirujuk pada hasil penelitian inventarisasi ikan hutan rawa gambut yang telah diteliti oleh para pihak.

Tabel 6. Daftar inventaris ikan hasil pencatatan ilmiah

Nama lokal

Nama niaga

Nama ilmiah

Dimensi standart









Selanjutnya nelayan menggunakan formulir seperti Tabel 7. Untuk mencatat hasil tangkapannya.

Tabel 7. Formulir pencatatan ikan oleh nelayan

Zona tangkap

Kode ikan

Hidup

Kg/ekor

Segar

Kg/ekor

Olahan

Kg/ekor











5.3. Subsistem upload

Subsistem upload adalah subsistem yang dibangun untuk memudahkan nelayan pemantau untuk memindahkan data dari formulir ke sistem telepon seluler dalam bentuk kode-kode sederhana dimana satu karakter merupakan satu makna. Surat elektronik dikirim via telepon seluler dan diterima oleh server via jaringan internet. Perhatikan bangunan subsistem pada ilustrasi 7 berikut ini.

Ilustrasi 7. Subsistem upload data via telepon genggam para nelayan pemantau

5.4. Subsistem analisis data upload

Data yang diterima server dari telepon seluler nelayan pemantau selanjutnya akan diverifikasi secara otomatis dan memasuki proses analisis yang akan mengakumulasi jumlah nelayan dan jumlah alat tangkap yang beroperasi. Selanjutnya teranalisis hari penangkapan, jenis ikan tertangkap, total berat dan tolal ekor. Nilai-nilai tersebut selanjutnya akan dihubungkan dengan rumus yang akan memprediksi dinamika populasi mencakup populasi pakan alami tersedia, populasi ikan target dan populasi predator bagi ikan target. Perhatikan ilustrasi 8.

Ilustrasi 8. Subsistem analisis data upload oleh manajemen website database

5.5. Subsistem website display

Konversi data yang diupload oleh nelayan pemantau dan dianalisis secara otomatis oleh manajemen website database, selanjutnya di display pada website beserta informasi-informasi pendukung lainnya yang perlu diketahui oleh publik mengenai cagar biosfer GSK-BB.

Ilustrasi 9. Subsistem website dispalay oleh manajemen website database

5.6. Subsistem kebijakan publik

Selanjutnya website yang selalu diupdate tersebut di lingking pada website-website para pihak seperti dunia usaha, pemerintah daerah, pemerintah propinsi, pemerintah nasional sehingga data dan informasi ini dapat digunakan sebagai salah satu alternatif penyusunan kebijakan revitalisasi perikanan hutan rawa gambut dan optimalisasi fungsi cagar biosfer GSK-BB di Kabupaten Siak dan Bengkalis Propinsi Riau. Perhatikan ilustrasi 10 berikut ini.

Ilustrasi 10. Subsistem pemanfaatan informasi untuk kepentingan kebijakan publik

6. Penutup

Demikian hasil penelitian model pemantauan & pelaporan kondisi hutan rawa gambut oleh nelayan tradisional dalam hutan di Propinsi Riau ini di presentasikan di Konas VII Ambon 2010 agar revitalisasi perikanan hutan rawa gambut yang akan diujicobakan dalam manajemen Cagar biosfer GSK-BBK dapat menjadi agenda pembangunan bagi kementrian kelautan dan perikanan Republik Indonesia.

Tidak ada komentar:

PLATAT-PLOTOT